Menelaah Singkat Taktik Tiki Taka Barcelona



Menyingkapi gaya permainan Barcelona ini kami berupaya menganalisa inti poin taktik Barcelona. Gaya permainan tiki taka yang lebih mengutamakan passing bola pendek dan penempatan posisi pemain yang tepat memang begitu nikmat untuk dilihat dikarenakan aliran bola antar pemain tetap diusahakan terjaga ditambah skill individu pemain saat menerima bola. Mungkin sudah menjadi ciri khas Barcelona dengan formasi 4-3-3 baik lini belakang yang memfokuskan 2 back central dan 2 sisi lini belakang yang siap melakukan overlapping, lalu 1 defensive midfielder dan 2 figur lini tengah yang mengatur alur pemainan, kemudian lini depan yang diperkuat 3 pemain melalui 2 posisi masing-masing sayap kiri dan kanan serta 1 target man.

Ketika sedang berusaha menyerang maka pola permainan Barcelona tampak begitu kolektif dari setiap lininya, alur bola dari lini belakang hingga lini depan teratur secara apik. Selang melewati garis tengah lapang masuk ke pertahanan lawan, lini tengah dan depan Barcelona selalu menjaga ritme diantara mereka bahkan sampai kepada lini belakang yang siap melakukan overlapping guna menjaga dominasi ball possession dan mencari hingga ada peluang untuk menghasilkan gol. Strategi ini dapat dikatakan efektif dimana lawan ditekan untuk bertahan dan melakukan kesalahan fatal sehingga menjadikan celah untuk membuahkan gol bagi tim. Namun tak bisa dikatakan sempurna juga taktik ini, dikala lawan ditekan dengan permainan kolektif Barcelona maka tak ayal lawan fokus pada bertahan menutup pergerakan titik  ancaman yang Barcelona berikan. Pada akhirnya baik sisi kiri maupun kanan menjadi opsi pilihan Barcelona untuk fokus dalam serangan dengan adanya sisi lini belakang yang melakukan overlapping maupun lini tengah yang masuk membantu penyerangan pada sisi lapangan. Sangat menarik memang, akan tetapi cukup dijadikan sebuah catatan bahwa taktik ini rentan akan sedikit kesalahan. Passing bola pendek memberikan pola rate passing dengan akurasi tinggi dan saling mengerti pergerakan antar pemain, sedikit kesalahan dimana bola berpindah kepada kepemilikan lawan maka hanya 2 opsi pilihan dimana kembali merebutnya untuk melanjutkan pola serangan atau fokus kepada bertahan menyingkapi pola serangan balik lawan. Sering kali Barcelona kelabakan dengan serangan balik lawan dimana bola langsung tepat mengarah ke sisi belakang dimana pemain pada sisi tsb sedang melakukan overlapping, sehingga penetrasi 2 central back dan defensive midfielder menjadi modal utama merespon serangan balik tsb.

Taktik yang dilakukan Barcelona diibaratkan layaknya permainan catur dimana setiap bidak memungkinkan menghasilkan beragam skema penyerangan berikutnya. Apa yang utama adalah sesegera mungkin memakan bidak lawan, dikarenakan ketika pihak lawan telah kehilangan bidaknya maka mereka akan merespon dengan skema baru. Dan pada saat itu Barcelona sudah lebih unggul dengan memaksimalkan celah yang secara tidak disadari oleh lawannya. Demikian opini dari kami. Apabila ada tanggapan, tidak diharapkan provokasi dalam bentuk apapun. mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan kami. Terima kasih.

(jahs)
ReadmoreMenelaah Singkat Taktik Tiki Taka Barcelona

Analisa Taktik Barcelona Di Bawah Martino


Menambahkan beberapa hal pada tiki-taka ala Guardiola.
Barcelona telah berubah. Apabila dilihat-lihat, banyak hal yang ditambahkan pada pola permainan Azulgrana sejak kedatangan pelatih Gerardo Martino. Banyak yang mengritik keputusan Martino ini namun banyak juga yang mengapresiasinya karena mampu membawa Barca tampil baik dan konsisten hingga saat ini.

Berikut ini beberapa perubahan dan penekanan yang dilakukan Martino pada Barca di bawah asuhannya sekarang:

Pressing
Dibawah Tito Vilanova, pressing khas Barca yang diterapkan sejak era Frank Rijkaard seakan hilang. Dan hal itu menjadi masalah tersendiri bagi pertahanan El Barca. Kini Martino telah mengaplikasikan kembali sistem pressing ketat yang menjadi ciri khas raksasa Catalan ini. Selain memberi manfaat pada pertahanan, sistem pressing ini juga mempermudah para pemain Barca untuk merebut bola kembali dan memulai serangan.

Bermain Melebar
Kelemahan utama Barca sejak menganut tiki-taka adalah kala lawannya memakai sistem parkir bis. Contohnya ketika menghadapi tim seperti Chelsea yang mereka kesulitan untuk menembus pertahanan mereka dari tengah. Hal ini dilihat Martino dan kini ia berhasil menemukan solusinya. Memanfaatkan pemain seperti Neymar dan Dani Alves, Barca lebih sering bermain melebar dan memanfaatkan kecepatan dari duo Brazil ini.

Tidak Berlama-lama Menguasai Bola
Inilah masalah utama Barca. Mereka lebih sering membuang-buang waktu dengan saling mengoper bola tanpa menghasilkan peluang berarti. Dan inilah titik penting yang diubah oleh Martino. Musim lalu, rata-rata Azulgrana mencatatkan sepuluh peluang pertandingan per pertandingan, sementara dari tujuh pertandingan bersama Martino, Azulgrana sudah menghasilkan rata-rata 14 peluang. Meski persentase penguasaan bola El Barca jauh berkurang dari beberapa musim lalu, permainan ini lebih disukai karena jauh lebih efektif dan mematikan.

Adakah Rencana B?
Satu lagi permasalahan Barca adalah mereka hanya memainkan tiki-taka tanpa memiliki taktik cadangan. Dan dibawah Martino pun belum terlihat rencana B tersebut. Namun apabila dilihat-lihat, taktik yang diterapkan Martino bisa menjadi rencana B dimana permainan tiki-taka natural ala Barca masih menjadi taktik utama dari tim. Hal-hal yang dirubah Martino hanyalah beerapa hal kecil dan tidak banyak mengganti dari tiki-taka itu sendiri.
ReadmoreAnalisa Taktik Barcelona Di Bawah Martino

The One and Only: TIKI-TAKA


Tiki-Taka (secara umum dieja tiqui-taca dalam bahasa Spanyol) adalah gaya permainan sepak bola yang cirinya adalah umpan-umpan pendek dan pergerakan yang dinamis, memindahkan bola melalui beragam saluran, dan mempertahankan penguasaan bola.

Tiki-taka dikaitkan terutama dengan klub La Liga FC Barcelona (khususnya skuat Josep Guardiola pada tahun 2008-2012), klub Premier League Arsenal FC di bawah Arsène Wenger dan Swansea City A.F.C. di bawah Brendan Rodgers, serta tim nasional Spanyol di bawah manajer Luis Aragonés dan Vicente del Bosque. Menurut banyak pihak, tiki-taka merupakan pengembangan dari taktik totaalvoetbal yang pernah digunakan oleh tim-tim seperti FC Barcelona dan Ajax Amsterdam di masa lalu.

Sejarah


Penyiar asal Spanyol Andrés Montes secara umum dianggap sebagai orang yang menciptakan dan mempopulerkan istilah tiki-taka dalam komentarnya di televisi di saluran LaSexta pada Piala Dunia FIFA 2006, meskipun istilah ini sendiri sudah sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam sepak bola Spanyol dan mungkin dicetuskan oleh Javier Clemente. Dalam komentar langsungnya pada pertandingan Spanyol melawan Tunisia, Montes menggunakan istilah tiki-taka untuk menggambarkan gaya umpan Spanyol yang presisi dan elegan. Dia menyebutkan, "Estamos tocando tiki-taka tiki-taka." Istilah ini kemungkinan merupakan onomatopoeia, merujuk pada umpan umpan pendek cepat antarpemain atau dapat pula berasal dari mainan juggling yang disebut tiki-taka di Spanyol.

Meskipun demikian, selama bertahun-tahun, permainan tim nasional Kolombia digambarkan sebagai "toque-toque" oleh banyak komentator di Kolombia, sebuah istilah yang mirip dengan "sentuh-sentuh". Istilah ini dicetuskan oleh William Vinasco ketika Francisco Maturana mengembangkan permainan yang berpusat pada gaya pemain depan Carlos Valderrama yang langsung mengembalikan bola pada sentuhan pertama kepada rekan main mereka yang maju dengan pola triangulasi dan amat bergantung pada permainan pertahanan sisi mati, sebuah gaya yang memberi Kolombia tim tersuksesnya sepanjang sejarah. Valderrama terkenal karena kemampuannya merebut bola dalam tekanan. Istilah ini amat terkenal dan banyak diketahui di kalangan komentator sepak bola sebelum Montes mencetuskan nama versinya sendiri untuk jenis taktik yang sama. Vinasco juga dianggap sebagai pencipta frasa "mucho toque-toque y de aquello nada" ("tak ada yang lain selain banyak sentuhan") ketika tim nasional Kolombia gagal secara spektakuler pada Piala Dunia 1994 setelah sebelumnya memasuki kompetisi dengan tanpa terkelahkan.

Menurut banyak pihak, apa yang menjadi dasar tiki-taka merupakan gaya bermain yang dipopulerkan dan diterapkan oleh Johan Cruyff semasa menjadi manajer Barcelona pada tahun 1988 hingga 1996. Gaya ini terus dikembangkan di bawah pelatih asal Belanda lainnya, Louis van Gaal dan Frank Rijkaard dan kemudian diadopsi oleh tim-tim La Liga lainnya seperti Villarreal CF di bawah pelatih Manuel Pellegrini dan Juan Carlos Garrido.

Tradisi tiki-taka Barcelona menghasilan kesuksesan yang lebih besar pada masa manajer Josep Guardiola pada tahun 2008 hingga 2012, dan sistem ini terkenal dengan dihasilkannya generasi pemain yang seringkali bertubuh kecil namun secara teknik amat berbakat, misalnya Xavi Hernandez, Andrés Iniesta, Cesc Fàbregas, dan Lionel Messi. Mereka dianggap sebagai pemain dengan sentuhan, visi, dan kemampuan umpan yang luar biasa, serta sangat baik dalam menjaga penguasaan bola.

Raphael Honigstein menggambarkan tiki-taka yang dimainkan oleh tim nasional Spanyol pada Piala Dunia FIFA 2010 sebagai "sebuah gaya yang radikal yang berkembang hanya dalam waktu empat tahun," menyusul keputusan Spanyol pada tahun 2006 bahwa "mereka secara fisik tidak cukup kuat dan tangguh untuk mengalahkan lawan, sebagai gantinya mereka ingin berkonsentrasi untuk menguasai bola."

Tinjauan



Tiki-taka secara beragam digambarkan sebagai "gaya bermain yang didasarkan pada mencari jalan membuat gol ke gawang lawan melalui umpan-umpan pendek dan pergerakan," sebuah "gaya umpan pendek yang memindahkan bola secara cermat melalui berbagai saluran," dan sebuah "gaya bermain yang mementingkan umpan pendek, kesebaran, dan penguasaan di atas yang lainnya." Gaya ini meliputi pergerakan jelajah dan pergantian posisi antara para gelandang, memindahkan bola dalam pola yang rumit, serta umpan sentuhan satu-dua yang tajam.

Tiki-taka adalah gaya yang "ofensif sekaligus defensif - tim yang memainkan tiki-taka selalu menguasai bola, sehingga tidak perlu adanya pergantian antara bertahan dan menyerang. Sejumlah komentator membandingkan tiki-taka dengan "fisikalitas rute satu" serta dengan umpan-umpan bertempo cepat dalam tim Arsenal tahun 2007-2008 di bawah Arsène Wenger, yang mengandalkan Cesc Fàbregas sebagai satu-satunya saluran antara pertahanan dan penyerangan. Tiki-taka dikaitkan dengan kejelian, kreativitas, dan sentuhan, namun dapat pula dianggap sebagai gaya "ekstrem yang lambat dan tak terarah" yang mengorbankan efektivitas demi keindahan.

Dalam satu wawancara televisi, Xavi Hernandez mengatakan bahwa tika-tika didasarkan pada suatu latihan yang oleh para pemain disebut "el rondo". Dalam latihan ini, satu pemain berada di tengah lapangan dan berusaha untuk memotong umpan dari pemain lain sambil berada dalam lingkaran atau dalam bahasa sehari-hari, kucing-kucingan. Latihan ini, diulang secara rutin, membuat para pemain Barcelona mampu mengumpan dalam jarak pendek secara akurat. Ini disebut juga triangulasi.

Sementara itu, menurut Xabi Alonso:
Kami saling memiliki gagasan yang sama. Kuasai bola, lakukan pergerakan dengan ataupun tanpa bola, masuki daerah kosong untuk menciptakan peluang.

Kesuksesan



Tiki-taka dimainkan oleh tim nasional Spanyol dan membuat mereka berhasil memenangkan Piala Eropa UEFA 2008, Piala Dunia FIFA 2010 dan Piala Eropa EUFA 2012. Tiki-taka juga membuat FC Barcelona berhasil meraih enam trofi pada musim 2008-2009, termasuk Trebel Benua, diikuti oleh Piala Super Eropa, Piala Super Spanyol, dan Piala Dunia Antarklub FIFA.

Sid Lowe mengidentifikasi gaya Luis Aragonés yang menggabungkan tiki-taka dengan pragmatisme sebagai faktor kunci dalam keberhasilan Spanyol pada Piala Eropa 2008. Aragonés menggunakan tiki-taka untuk "melindungi pertahanan yang nampak lemah, menjaga penguasaan bola dan mendominasi permainan" tanpa membawa gaya ini menjadi "terlalu ekstrem." Tak satupun dari enam gol Spanyol pada turnamen ini yang berasal dari tiki-taka: lima gola berasal dari serangan langsung dan satu gol terjadi akibat bola mati. Bagi Lowe, keberhasilan Spanyol pada Piala Dunia 2010 adalah bukti dari bertemunya dua tradisi dalam sepak bola Spanyol, yaitu gaya "langsung yang agresif dan kuat" yang menghasilkan medali perak pada Olimpiade tahun 1920 di Antwerp dan membuat tim ini memperoleh julukan La Furia Roja ("Murka Merah"), serta gaya tiki-taka pada tim Spanyol kontemporer, yang berfokus pada permainan yang mengandalkan kolektivitas, umpan pendek, teknik, dan penguasaan bola.

Menganalisa kemenangan Spanyol atas Jerman di semifinal Piala Dunia 2010, Honigstein menggambarkan gaya tiki-taka tim Spanyol sebagai "versi sepak bola yang paling sulit: permainan umpan yang tapa kompromi, ditambah dengan tekanan yang tinggi dan intens." Bagi Honigstein, tiki-taka adalah "peningkatan yang signifikan dari totaalvoetbal karena tiki-taka lebih mengandalkan pergerakan bola daripada pergantian posisi anterpemain. Tiki-taka memungkinkan Spanyol "menguasai bola sekaligus menguasai lawan."

Hambatan


Tim Barcelona, yang dilatih oleh Pep Guardiola dan mengandalkan tiki-taka, telah menjalani sekurang-kurangnya 52 pertandingan namun tidak pernah mampu mengalahkan Chelsea, sedangkan Lionel Messi tidak pernah mencetak gol ke gawang Chelsea dalam delapan pertandingan Liga Champions Eropa (termasuk tendangan penalti yang gagal pada laga semifinal kedua tahun 2012). Pada semifinal Liga Champions 2009, Chelsea, yang ketika itu dimanajeri oleh Guus Hiddink, menerapkan pertahanan yang rapat dan memaksa para pemain Barcelona melakukan tendangan dari luar area penalti selain juga mengandalkan pemain bertahan José Bosingwa untuk menjaga Lionel Messi. Cara ini ampuh pada laga pertama yang berakhir seri 0-0 di Camp Nou, dan Chelsea menjadi tim tamu pertama yang tidak kebobolan di kandang Barcelona. Akan tetapi, pada laga kedua, dengan adanya keputusan wasit yang kontroversial, beberapa permintaan penalti dari Chlesea tidak digubris, kemudian Andrés Iniesta mencetak gol pada masa tambahan waktu untuk menyamakan kedudukan menjadi 1-1 dan membuat Barcelona melaju ke babak selanjutnya dengan keunggulan gol tandang.

Manajer Chelsea Roberto Di Matteo menerapkan taktik ultradefensif untuk menghadapi tiki-taka saat timnya menghadapi Barcelona di semifinal Liga Champions Eropa 2011–12. Menurut pemain Chelsea, Fernando Torres, berkonsentrasi pada ruang alih-alih berusaha mencuri bola merupakan bagian dari strategi skuatnya dalam menghadapai Barcelona. Memenangkan permainan sayap, seperti Ramires melawan Daniel Alves, memaksa Barcelona mengalirkan serangan mereka ke arah tengah lapangan. Mantan pemain sayap Chelsea, Pat Nevin, mengatakan bahwa menempatkan tiga gelandang disiplin di depan empat pemain bertahan menutup ruang bagi Barcelona, memaksa Lionel Messi untuk mundur ke belakang tengah untuk memperoleh bola. Ketika Messi sedang membawa bola di depan, bolanya direbut oleh pemain Chelsea, Frank Lampard, yang berujung pada gol Chelsea pada laga pertama.[28]

Pada laga kedua, Di Matteo menerapkan formasi 5–4–1 dengan empat fulbek. Walaupun Barcelona memperoleh penguasaan bola sebanyak 73% pada dua laga itu dan melakukan 46 tembakan (11 tembakan tepat), dibandingkan Chelsea yang hanya melakukan 12 tembakan (4 tembakan tepat), mereka hanya mammpu mencetak dua gol karena Chelsea melakukan gaya bertahan yang amatsangat  rapat, yang sering disebut dengan istilah "memarkir bus di depan gawang". Sebaliknya, Frank Lampard dari Chelsea hanya melakukan dua umpan dalam dua laga, dan keduanya berbuah gol. Menurut sejumlah pihak, kelemahan Barcelona adalah ketidakmampuan menguasai bola-bola atas, khususnya melawan Chelsea yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mengendalikan bola di dalam kotak penalti sendiri, apalagi Guardiola tidak memanfaatkan bek tengah sekaligus kapten tim Carles Puyol untuk maju ke depan gawang lawan. Chelsea memperoleh kemenangan 1-0 pada laga pertama dan hasil seri 2-2 pada laga kedua, yang membuat mereka melaju ke final.

Pada semifinal Liga Champions 2010, para pemain Internazionale, yang dilatih oleh José Mourinho, menyulitkan Barcelona karena mereka mengawal ganda Messi dan menghalangi Xavi menciptakan ritme umpan yang baik. Inter memenangkan laga pertama 3-1 dan kemudian kalah 0-1 untuk kemudian maju ke babak selanjutnya dengan keunggulan agregat.

Portugal telah tiga kali menghadapi Spanyol sejak tim nasional Spanyol disebutkan memainkan tiki-taka, dan filosofi sepak bola tidak banyak berpengaruh pada hasil akhir pertandingan antara keduanya. Pada Piada Dunia 2010, Spanyol menang 1-0 melalui gol sisi mati yang secara keliru disahkan. Pada November 2010 Portugal menang 4-0 dalam sebuah pertandingan pershabatan, yang merupakan kekalahan terbesar Spanyol selama 47 tahun terakhir. Pada semifinal Piala Eropa 2012, setelah tidak ada gol tercipta, Spanyol memenangkan adu penalti untuk kemudian maju ke babak final. Portugal memainkan gaya serangan balik yang dengan cepat menekan lini tengah Spanyol ketika kehilangan penguasaan bola.
ReadmoreThe One and Only: TIKI-TAKA